GARUT – Anda sudah tahu Candi Cangkuang? Ya, candi yang terletak di kawasan Kampung Pulo, Kabupaten Garut, Jawa Barat ini menjadi destinasi unik yang patut dikunjungi ketika Anda berwisata ke Garut. Candi Cangkuang merupakan situs Hindu di Kampung Pulo. Kampung Pulo sendiri merupakan kampung adat yang sudah ada sejak lama di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles. Kampung ini bertempat di sebuah pulau bernama Pulau Panjang di Situ Cangkuang.

Di dalam Candi Cangkuang terdapat patung Siwa Hindu. Cangkuang’ sendiri berasal dari nama tanaman sejenis pandan (Pandanus furcatus), yang banyak terdapat di sekitar candi. Daun cangkuang umumnya dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut, Budi Gan Gan Gumilar menerangkan, selain patung Siwa Hindu, di sekitar lokasi juga terdapat makam Embah Dalem Arif Muhammad, tokoh penyebaran agama Islam di daerah ini.

“Di Candi Cangkuang ini ada arca Siwa di dalamnya dan di sebelahnya, sekitar tiga meter dari candi terdapat makam Embah Dalem Arif Muhammad,” kata Budi saat ditemui pada acara Famtrip Kementerian Pariwisata dan Pariwisata Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), Rabu (28/10/2020).

Candi Cangkuang, Budi melanjutkan, ditetapkan sebagai cagar budaya dan situs bersejarah. Wisatawan yang berkunjung akan dapat belajar mendalami potongan sejarah, ada-istiadat, sekaligus mengapresiasi keindahan alam Swiss van Java.

Candi Cangkuang adalah candi yang diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi. Wujud utuhnya yang bisa dilihat oleh wisatawan pada saat ini bukanlah ornamen aslinya 100 persen. Lebih dari setengah bagian candi dibuat ulang demi menghasilkan konstruksi yang serupa dengan aslinya. Namun, hal ini tidak mengurangi kemegahan bentuk candi.

“Nama candi diambil dari nama daerah setempat. Kata “cangkuang” adalah nama jenis tanaman yang banyak tumbuh di kawasan ini. Akses menuju Candi Cangkuang menjadi daya tarik tersendiri, karena letaknya berada di pulau di tengah danau, wisatawan bisa mencapainya dengan menaiki rakit atau perahu,” tutur Budi.

Ada banyak destinasi yang bisa Anda kunjungi jika berwisata ke Candi Cangkuang. Tak hanya sekadar melihat situs, setiap jengkal wilayah di sekitar Candi Cangkuang menjadi daya tarik tersendiri. Salah satunya adalah Museum Situs Cangkuang. Museum Situ Cangkuang masih berlokasi di area yang sama dengan Candi Cangkuang. Museum kecil ini menyimpan berbagai hasil galian dan peninggalan penyebaran agama Islam di Cangkuang.

“Di museum ini, pengunjung bisa menyaksikan kitab-kitab tulisan tangan Dalem Arief. Ada juga Al-Quran dan catatan khutbah Jumat yang seluruh dibuat di kulit kayu. Pengunjung yang ingin mengetahui sejarah mengenai menyebarnya agama Islam di Cangkuang bisa menyempatkan untuk berkunjung ke mari,” kata Budi.

Di hari-hari tertentu, Budi melanjutkan, warga Kampung Pulo akan mengadakan pencucian benda dan senjata pusaka yang ada di museum ini. Acara ini biasanya diadakan pada tengah malam, namun bisa disaksikan oleh masyarakat umum juga.

Ada pula Kampung Pulo, di mana masyarakat kampung ini memegang teguh adat-istiadat serta tradisi turun-temurun hingga saat ini. “Salah satunya adalah larangan menambah bangunan tinggal. Oleh karena itu, kampung ini hanya terdiri dari enam buah rumah dan satu masjid kecil, dari dulu hingga sekarang,” terang dia.

Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah berharap pemerintah memberikan dukungan penuh kepada sektor pariwisata di Kabupaten Garut yang sempat terpuruk imbas pandemi Covid-19. Ia menerangkan, salah satu komitmen yang disepakati bersama dalam membangun kepariwisataan Garut adalah berbasis budaya. Untuk itu, Ferdiansyah mengajak semua pihak untuk menjaga ekosistem kepariwisataan yang ada di Garut.

Ferdiansyah mengajak semua pihak untuk bahu membahu mempromosikan sejumlah obyek wisata di Garut, salah satunya Candi Cangkuang. “Semua pihak harus ikut membantu mempromosikan obyek wisata yang ada di Garut ini. Tidak mungkin beban ini diberikan ke dinas pariwisata setempat saja. Kita harus bersama-sama dan nanti difasilitasi oleh Kemenparekraf yang bisa menyampaikan bagaimana mempromosikan, bentuk, metode atau klasifikasi bagaimana cara menyampaikan promosi,” kata Ferdiansyah.

Meski sama-sama destinasi wisata, namun Garut tentu memiliki treatment berbeda dalam mempromosikannya. Sebab, segmentasi pasar destinasi wisata di Garut sudah barang tentu berbeda dengan destinasi wisata lainnya di Indonesia. “Karena beda segmentasinya, maka berbeda pula caranya. Berbeda caranya, berbeda pula sasarannya. Kita harapkan melalui kegiatan ini segmentasi market wisata Garut bisa dituangkan dalam bentuk aplikatif,” harapnya.

Ia berharap Kemenparekraf/Baparekraf terus mengawal strategi pemasaran pariwisata Garut. “Mudah-mudahan ke depannya harus dibuat lebih matang dan nanti di tahun 2024 menjadi titik take-off pariwisata di Kabupaten Garut,” harap dia.

Direktur Pemasaran Regional I, Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf/Baparekraf, Vinsensius Jemadu mengapresiasi stakeholder pariwisata Garut yang sudah sedemikian rupa mempertahankan situs bersejarah ini sehingga menjadi nilai tambah bagi masyarakat sekitar. Ia mengakui pandemi Covid-19 berimbas cukup serius terhadap dinamika kepariwisataan Tanah Air, tak terkecuali di Kabupaten Garut. Namun, katanya, pemerintah, dalam hal ini Kemenparekraf menyadari betul keprihatinan yang dialami para pelaku pariwisata di seluruh penjuru Indonesia. Vinsensius Jemadu menegaskan pemerintah tak tinggal diam atas situasi tersebut. “Pemerintah hadir bersama untuk menanggung beban yang ada di sektor pariwisata sekalipun dengan keterbatasan yang ada. Perlu kami sampaikan, sejak bulan Juni kemenparekraf berusaha dengan skala yang kecil untuk membantu memberikan fasilitas, akomodasi, tenaga kesehatan di beberapa kota. Tujuannya untuk membantu agar hotel-hotel bisa mempekerjakan karyawannya kembali,” ulas dia.

Hal lainnya, pemerintah juga terus mencari skema terbaik untuk mengatasi situasi ini, utamanya di sektor pariwisata. Salah satunya adalah dengan memfasilitasi sektor pariwisata agar dapat tetap bergerak pada masa pandemi ini. Namun ia mengakui upaya pemerintah itu tak sebanding dengan tingkat kerugian yang dialami para pelaku jasa usaha pariwisata.

Pada era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, Kemenparekraf/Baparekraf berupaya keras membangkitkan kembali sektor pariwisata yang terpuruk. Salah satunya dengan memfasilitasi obyek wisata protokol kesehatan yang menjadi orientasi baru wisatawan dalam menentukan pilihan destinasi yang akan dikunjunginya. Ya, menurut Vinsensius Jemadu, pandemi Covid-19 yang masih berlangsung tak dapat menghentikan siapa pun untuk menghabiskan waktu berlibur bersama keluarga.

Hanya saja, pola baru dari kunjungan mereka adalah memperhatikan fasilitas lain daripada sarana penunjang di obyek wisata, yakni penerapan disiplin protokol kesehatan. Umumnya, wisatawan akan memilih destinasi yang menerapkan protokol kesehatan dengan baik untuk dikunjungi. “Oleh karenanya, kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan menjadi fasilitas baru yang dicari oleh wisatawan sebelum mereka mengunjungi obyek wisata. Bimtek ini juga salah satu tujuannya adalah memperkuat protokol kesehatan di obyek wisata,” kata Vinsensius Jemadu.

Vinsensius Jemadu menerangkan, salah satu hal penting dari pelaksanaan Bimtek ini adalah upaya menguatkan SDM (Sumber Daya Manusia) terkait di sektor kepariwisataan agar setara dengan daerah lainnya.

“SDM di Garut ini perlu ditingkatkan supaya betul-betul setara dengan SDM-SDM destinasi pariwisata yang premium. Oleh karena itu, buatlah sesuatu untuk SDM di Garut ini. Sekarang ini kan momentumnya digitalisasi. Garut ini luar biasa indahnya, tapi sayang kalau tidak dipromosikan secara digital,” kata Vinsensius Jemadu.

Ia menyadari pandemi Covid-19 begitu berdampak pada sektor pariwisata di Indonesia, tak terkecuali Garut. Dengan momentum Sumpah Pemuda, ia berharap masyarakat terus meningkatkan kesadaran disiplin protokol kesehatan agar memberikan jaminan keamanan bagi wisatawan yang akan melakukan perjalanan wisata, khususnya ke sejumlah destinasi di Garut.

“Dengan momentum Sumpah Pemuda, mari kita bersatu melawan COVID-19 dengan disiplin memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Itulah upaya efektif mengatasi COVID-19. Kita menyadari bahwa COVID-19 ini merubah semua tatanan hidup baik sosial, budaya, ekonomi bahkan politik. Salah satu yang paling dampak adalah sektor pariwisata,” ujarnya. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here