KALBAR – Internasional Nyobeng Dayak Bidayuh kembali digelar, Sabtu (15/6). Festival ini resmi dibuka oleh Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot, ditandai pemukulan genderang tradisional Dayak. Event yang berlangsung di Dusun Sebujit, Desa Hlibue, Kecamatan Siding tersebut berlangsung selama dua hari.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Bengkayang, I Made Putra Negara mengatakan, banyak keunikan budaya Dayak Bidayuh yang ditampilkan pada event ini. Diawali dengan Ritual Nabuei, yaitu upacara penyambutan secara hormat kepada tamu. Ritual ini dilaksanakan di ujung kampung adat Desa Hlibue.

“Pada Ritual Nabuei terdapat prosesi pelemparan anak anjing yang diartikan untuk menolak bala. Disusul dengan penyembelihan anak ayam yang dimaksudkan bahwa kita menghormati dan menyambut baik tamu yang datang. Serta kita tanam jalinan persaudaraan yang tinggi. Kemudian dilanjutkan dengan pelemparan telur ke dada para tamu, yang dimaknai untuk melihat dan menunjukkan siapa yang punya karisma dan nyali yang tinggi,” ungkapnya, Minggu (16/6).

Menurut Putra, tradisi ini sudah berumur ratusan tahun yang terus dilestarikan hingga sekarang. Setelah itu, tamu kehormatan dibawa ke lokasi acara dengan iringan musik dan tari tradisional, didampingi oleh puluhan masyarakat Dayak.

Bupati Bengkayang Suryadman Gidot menambahkan, prosesi berikutnya ditampilkan tradisi Panjat Aur. Yaitu atraksi panjat bambu terbalik yang banyak menyita perhatian pengunjung. Ada pula atraksi tradisional Sumpit. Di venue acara juga ditampilkan berbagai tarian tradisional Dayak seperti Tari Mangke Daung Kayu, Tari Gigit Lesung, Tari Perang, dan diakhiri dengan penampilan musik tradisional Sapek.

“Malam harinya diadakan mandi adat. Banyak orang berbondong-bondong datang ke lokasi ingin dimandikan. Orang Dayak percaya, dengan mandi adat ini segala penyakit akan sembuh. Kemudian dilanjutkan memandikan tengkorak dari hasil Kayau,” bebernya.

Setelah itu, barulah masuk acara inti yaitu membunuh babi rumah sebagai korban persembahan. Pada saat itu, seluruh yang hadir turut memanjatkan doa. Antusias pengunjung pun terlihat sangat tinggi. Masyarakat sudah datang sejak pagi.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata Rizki Handayani menjelaskan, event ini diikuti oleh masyarakat Dayak se-Kalimantan Barat. Seperti Dayak Jagoi Babang dan Dayak Singkawang. Hadir pula wisatawan mancanegara, antara lain dari Malaysia, Inggris, dan Amerika.

“Nyobeng merupakan suatu tradisi leluhur dan sudah menjadi agenda tahunan. Pada dasarnya, Nyobeng mempunyai makna mengucapkan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, atas keselamatan dan hasil panen padi yang berlimpah,” ujarnya.

Kepala Bidang Destinasi Area IV Kemenpar Eddy Susilo menyatakan, sebagai kampung adat, Hlibue sangat cocok dijadikan desa wisata. Dengan ikon rumah adat Baluk, desa ini nantinya bisa menjadi desa yang mandiri.

“Desa Hlibue juga sudah mendapatkan status sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Artinya, suatu kewajiban kita untuk menjaga dan melestarikan desa adat ini,” tegasnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, ikatan emosional antarwarga suku Dayak Bidayuh sangat kuat. Momen seperti ini akan menjadi sarana mereka untuk berkumpul. Apalagi, ini momentum setahun sekali yang tujuannya juga untuk silaturahmi.

Value yang bisa ditawarkan untuk wisatawan perbatasan adalah ikatan emosional. Sebab, ada kesamaan budaya antara masyarakat di perbatasan. Ini yang akan dimaksimalkan. Menurutnya, di beberapa event crossborder, hal itu membuahkan hasil yang menggembirakan. Banyak wisatawan yang hadir untuk melihat rangkaian kegiatan.

“Kita memang mengincar jumlah yang masif dari crossborder. Sebab, potensi yang dimiliki sangat besar. Karena itu, kita menyiapkan berbagai treatment. Mulai dari musik, budaya, dan lainnya,” kata Menteri Pariwisata Terbaik Asia Pasifik ini.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here