BANDUNG BARAT – Kementerian Pariwisata melalui Direktorat Wisata Alam, Budaya dan Buatan Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) tengah menyusun roadmap produk wisata berkualitas sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024. Penyusunan roadmap itu dibahas secara serius dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Mason Pine Hotel, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Direktur Wisata Alam, Budaya dan Buatan Direktorat Wisata Alam, Budaya dan Buatan Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Alexander Reyaan menjelaskan secara khusus mengapa kegiatan ini diselenggarakan di Kabupaten Badung Barat. Menurutnya, kabupaten hasil pemekaran ini sudah ditetapkan sebagai zona biru Covid-19. “Awalnya kita mau laksanakan di Bandung, tetapi Bandung masih zona kuning, sehingga kita selenggarakan di Bandung Barat,” katanya sesaat sebelum membuka acara secara resmi, Sabtu 4 Juli 2020.

Kegiatan yang digelar sehari ini diikuti 35 peserta di antaranya berasal dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bandung Barat, Kemenparekraf hingga media.

Pada kesempatan itu, Alex, sapaan Alexander Reyaan berharap roadmap yang akan dihasilkan mengacu kepada fakta di lapangan. Selain itu roadmap sedapat mungkin bisa diimplementasikan dengan baik di lapangan. “Saya berharap roadmap yang nantinya dihasilkan harus realistis dan aplikatif. Saya berharap roadmap ini memberikan optimisme terhadap industri pariwisata. Maka, roadmap ini harus mendekati obyektif,” pesan Alex.

Menurutnya, ada perubahan mendasar roadmap pariwisata yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024 dibanding sebelumnya. Dalam RPJMN 2015-2019, roadmap pariwisata lebih berorientasi pada jumlah kedatangan wisatawan. “Paradigma pembangunan pariwisata ke depan sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024 lebih menitikberatkan pada quality tourism experience,” kata Alex.

Dalam konteks itu, nilai utama yang mesti diperhatikan adalah pariwisata berkelanjutan, SDM terampil, kepuasan pengalaman, diversifikasi produk dan jasa serta adopsi teknologi. Dalam arahannya, Alex menjabarkan jika target pembangunan pariwisata ke depan berorientasi pada meningkatnya citra, daya saing dan kontribusi pariwisata dalam mendukung perbaikan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Dalam kerangka itu, Alex menyebut ada empat pilar pembangunan pariwisata ke depan. Pertama, peningkatan daya saing industri dan ekonomi usaha. Kedua, peningkatan aksesibilitas, amenitas, atraksi dan tata kelola destinasi pariwisata. Ketiga, peningkatan kualitas SDM pariwisata dan terakhir, penguatan citra pariwisata dan diversifikasi pemasaran. “Aksesibilitas, amenitas dan atraksi akan bermuara pada lama tinggal dan spending wisatawan ketika mengunjugi destinasi tertentu,” papar dia.

Untuk itu, perlu kiranya membuat roadmap sebagai strategi untuk pengembangan dan peningkatan diversifikasi wisata alam, budaya dan buatan.Wisata alam mencakup ekowisata, wisata bahari dan wisata petualang. Sedangkan wisata budaya seperti heritage tourism, wisata sejarah, wisata kuliner, wisata kota yang difokuskan pada urban heritage regeneration di sepuluh destinasi pariwisata prioritas dan wisata desa.

Sementara wisata buatan mencakup Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) dan wisata olahraga. “Pada roadmap sebelumnya, wisata alam mendapat porsi 35 persen, wisata budaya 65 persen dan wisata buatan 5 persen. Bisa saja untuk roadmap 2020-2024 berubah. Misalnya wisata budaya tidak lagi sebesar itu dan wisata buatan bisa berada di atas itu,” tuturnya.

Akademisi Sekolah Tinggi Pariwista (STP) NHI Bandung, Hery Sigit Cahyadi sependapat dengan Alex. Menurutnya, saat ini pariwisata Indonesia mestinya berorientasi dan mengedepankan quality tourism, bukan lagi mass tourism. “Maka, yang penting adalah diversifikasi produk. Kalau diversifikasi produknya bagus maka pricing-nya juga akan lebih tinggi. Indonesia memiliki banyak potensi yang belum terolah tetapi sebetulnya memiliki harga jual yang tinggi,” ulasnya.

Ia menekankan pada beberapa hal jika produk diversifikasi pariwisata Indonesia akan ditingkatkan kualitasnya. Di antaranya lama tinggal, spending, safety and security, harga premium, lama tinggal, infrastruktur, travel dan transport service dan experience.

Senada dengan hal itu, pengajar pada Institut Teknologi Bandung (ITB), Pindi Setiawan menegaskan jika dalam konsep pariwisata berkualitas keberadaan produk tak terlalu utama. “Yang utama itu experience. Nah pertanyaannya, bisakah experience menaikkan devisa atau PDB bagi daerah? Ini yang sering menjadi pertanyaan,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu bisa saja dilakukan sepanjang kit mampu meningkatkan lama kunjungan wisatawan. “Devisa atau PDB akan naik kalau kita mampu menahan lama tinggal wisatawan. Tidak mesti dia menginap, tapi bisa traveling lagi. Dalam konteks itu, diversifikasi menjadi penting,” demikian Pindi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here