www.INDONESIATRAVEL.NEWS, JAKARTA – Presiden Joko Widodo semakin tegas, lugas dan jelas. Peluang pariwisata Indonesia sangat besar, untuk menjadi yang terbaik di dunia. Statemen itu disampaikan orang nomor satu di Republik ini, saat berpidato di hadapan sekitar 500 anggota PHRI – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia di Puri Agung Ballroom, Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Senin 11 Februari 2019.

Dalam acara Gala Dinner Ulang Tahun ke-50 PHRI itu, Presiden Jokowi memaparkan dua bukti paling aktual. Pertama, Indonesia masuk deretan 6 besar negara terindah di dunia versi publisher ternama dari UK, Rough Guides. Urutannya, Skotlandia, Canada, Selandia Baru, Italia, Afrika Selatan, Indonesia, Inggris, Islandia, Amerika Serikat, Wales.

“Kedua, Indonesia juga masuk 10 besar negara yang wajib dikunjungi di tahun 2019,” sebut Presiden Joko Widodo, yang disambut tepuk tangan riuh. Persisnya, Indonesia menempati nomor 7, dan menjadi satu-satunya negara ASEAN yang lolos top 10 versi Lonely Planet.

Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa pariwisata menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia, dengan USD 17M di 2018. “Angka itu sudah mengalahkan CPO – Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit, juga oil and gas, minyak dan gas bumi. Pariwisata menjadi penghasil devisa nomor satu Indonesia,” jelas Presiden Jokowi dengan intonasi yang sangat meyakinkan.

Presiden pun pernah menanyakan kepada Menteri Pariwisata Arief Yahya, sebenarnya berapa sih biaya promosi yang dibutuhkan? Untuk mendapatkan 20 juta wisman di 2019 ini? Dijelaskan sekitar Rp 7 Triliun, beliaupun tidak menolak angka itu. Penjelasan ini disampaikan menjawab permintaan Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani soal dukungan pengembangan MICE, Meeting, Incentive, Conference, Exhibition di Indonesia.

Presiden sama sekali tidak ragu menginvestasikan budget promosi sebesar itu. Hanya, produk pariwisata yang akan dijual atau destinasinya, harus dibangun dan dipersiapkan terlebih dahulu. Saat ini pihaknya sedang melakukan percepatan di 10 Bali Baru, yakni Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Joglosemar, Bromo Tengger Semeru Jatim, Mandalika Lombok NTB, Komodo Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sutra dan Morotai Maluku Utara.

“Dari 10 Bali Baru itu, sekarang kita konsentrasi untuk 4 destinasi prioritas dulu. Saya kira Mandalika sudah disiapkan. Danau Toba juga sedang dikerjakan. Borobudur dan Labuan Bajo juga sedang digarap serius. Kalau didatangi wisatawan mancanegara, destinasi itu sudah semakin siap. Produk harus disiapkan dulu,” kata Presiden Jokowi.

Itulah jawaban, mengapa Presiden Jokowi menggeber infrastruktur, baik jalan tol, pembangkit listrik, maupun airport. “Dulu, setiap saya menginap di daerah-daerah, keluhan yang sampai di telinga saya adalah soal listrik yang byar pet. Di Sumatera, tidak perlu saya sebutkan kotanya, setengah hari hidup, setengah hari mati. Sekarang energy listrik sudah hijau semua, bisa hidup semua,” kata Presiden Jokowi.

Kembali ke soal infrastruktur, mengapa harus membangun tol, pembangkit listrik, airport, pelabuhan, terminal di bandara dan pelabuhan di banyak tempat di tanah air? “Pertama, agar tidak Jawa Sentris, tetapi Indonesia Sentris! Kalau saya hanya ingin berpikiran politik saja, maka saya cukup membangun Jawa saja, sudah cukup!” ungkap Presiden Jokowi.

Di Jawa, jalan sudah ada, airport sudah ada, tinggal ditambah, dibangun terminal, maka akan lebih cepat, lebih mudah mengambil hati pemilih yang 149 juta tinggal di Jawa. Return politik dan ekonominya jauh lebih cepat, lebih bermanfaat jangka pendek. “Tapi saya sedang membangun negara! Harus ada Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” kata Presiden Jokowi.
Presiden mencontohkan kebijakan membangun infrastruktur di Papua.

“Bagaimana kita di sini menikmati fasilitas yang serba bagus, sedangkan saudara kita di Papua sana seperti itu?” ujar Presiden sambil dipertontonkan slide film jalan Trans Papua saat belum dibangun, berwarna cokelat tanah, dan saat hujan banyak mobil yang terjebak tidak bisa lewat.

“Ini seperti Sudirman Thamrin-nya di Papua. Bagaimana kita bicara transportasi logistik dan pengembangan Pariwisata? Kalau jarak 140 kilometer saja harus ditempuh 2-3 hari, sampai memasak di jalan? Ini tidak mencerminkan spirit Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” kata dia. Jokowi pun mengajak berempati, coba kalau itu dialami di Jakarta? “Sedih kan?” lanjutnya.

Kedua, Presiden Jokowi juga bercerita soal harga-harga di Papua yang sulit diterima nalar sehat. “Saya sudah 4 kali dating ke Wamena, Papua. Suatu malam, saya Tanya ke masyarakat, ke-4 orang yang berbeda, berapa harga BBM? Apa jawabnya, Rp 60 ribu per liter. Bahkan kalau cuaca tidak bagus, bisa 100 ribu per liter,” ungkap Presiden Jokowi.
Itu berarti 10 kali lebih mahal dari di Jawa, yang dipatok dengan harga Rp 6.450 per liter. “Dan mereka tidak demo di depan istana! Coba BBM kita naikkan sedikit saja, 4 bulan demonya di depan istana. Di Papua bertahun-tahun semahal itu, juga tidak ada yang demo!” kata Presiden Jokowi.

Sekarang, lanjut dia, harga BBM di Jawa sudah sama dengan di Papua, setelah 2 tahun dibangun infrastruktur di sana. “Ternyata tidak mudah juga. Dan inilah yang dinamakan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” ungkapnya.
Ketiga, masih soal infrastruktur, Presiden Jokowi menginginkan agar setelah airport terbangun, jalan tol terhubung, Jakarta Semarang Surabaya terkoneksi, tahun depan nyambung sampai Banyuwangi. Maka dari Merak sampai Banyuwangi akan terhubung dengan tol. “Tolong tol ini disambungkan dengan kawasan-kawasan pariwisata yang ada di daerah-daerah!” harap Presiden Jokowi kepada para bupati walikota yang daerahnya dilintasi tol.

“Kalau daerah tidak sanggup membangun dan menyambung sampai ke destinasi wisata, sampaikan ke Kementerian PU PR, biar dibangun oleh pemerintah pusat. Tetapi jangan semuanya dong? Ada kewajiban daerah untuk membangun konektivitas ke berbagai destinasi wisata, agar hidup dan berkembang,” lagi-lagi harap presiden.

Presiden sangat yakin, jika infrastruktur di kawasan pariwisata itu betul-betul tersambung akan menggerakkan ekonomi dengan cepat. “Saat ini, growth pariwisata 22%, hampir 3 kali lipat dari pertumbuhan regional ASEAN dan global yang berada di angka 6-7%. Ini perlu ditindaklanjuti secara paralel, pusat dan daerah, dengan memperbaiki akses ke destinasi wisata” kata Presiden.

“Saya meminta masukan sebanyak-banyaknya kepada Menteri Pariwisata, infrastruktur apa yang dibutuhkan untuk mengembangkan destinasi, agar tepat sasaran. Sehingga membangun infrastruktur itu betul-betul ada manfaatnya,” katanya.

Dia juga mencontohkan Bandara Silangit di Danau Toba, Sumatera Utara. “Saya datang pertama kali, terminalnya kayak kantor kelurahan. Tidak ada pesawat yang terbang ke sana. Saya suruh perbaiki runway, diperpanjang, diperlebar, satu bulan harus jadi, dan saya minta Garuda terbang Jakarta-Silangit. Dijawab Garuda saat itu? Pak, kemungkinan besar rugi, tidak ada yang mau terbang. Saya bilang, coba dulu, 3-6 bulan!” cerita Presiden Jokowi.

Apa yang terjadi setelah sebulan? Penuh terus, dan saat ini sudah ada 5 penerbangan ke Silangit, dan menghidupkan pariwisata di Kawasan Danau Toba, ikon Pariwisata Sumatera Utara. Jika tidak “dipaksa” presiden saat itu juga tidak akan ada penerbangan ke sana. Begitu juga di tempat-tempat lain, presiden mengaku hafal dengan pola ini. “Kalau 3 bulan rugi terus, saya juga tidak akan memaksa, karena itu masalah bisnis. Tidak mungkin, Garuda rugi terus. Yang sulit memang saat mengawali,” kisahnya.

TIKET MAHAL
Menyambung soal airlines, atau penerbangan, di awal pidatonya Presiden Jokowi merespons apa yang dikeluhkan Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani, soal harga tiket yang mahal. Sejak pertengahan Desember 2018 sampai Februari 2019 ini masih dirasakan mahal. Okupansi hotel terus menurun karena semakin sedikit travelers yang mampu membeli harga tiket yang masih mahal.

“Saya terus terang saya kaget, malam ini juga baru tahu dari Pak Chairul Tanjung, soal avtur. Ternyata avtur yang dijual di Soekarno Hatta itu dimonopoli oleh Pertamina sendiri. Besok saya akan undang Dirut Pertamina. Pilihannya, harganya bisa sama dengan harga internasional apa tidak? Jika tidak bisa, saya akan masukkan competitor yang lain, agar harganya bisa kompetitif,” kata Presiden Jokowi.

Presiden juga berkelakar, ini aneh juga. Mendapat penghargaan sebagai Bapak Pariwisata Indonesia, tetapi harga tiket naik. Yang tentu, itu akan berdampak negative pada perkembangan sector Pariwisata. Lalu, ada menteri yang menyampaikan pelarangan rapat di hotel? Meskipun sudah selesai dan tidak ditindak lanjuti. “Yang jelas itu bukan presidennya!” seluruh audience pun bersorak spontan.

Di Gala Dinner itu, hadir beberapa Menteri Kabinet Kerja, di antaranya Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan juga turut dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here