www.INDONESIATRAVEL.NEWS, JAKARTA – Industri pariwisata itu sangat sensitif, karena karakter customers nya, atau travelers itu sangat cair. Mereka mudah pindah, karena banyak pilihan baik ke daerah lain di Indonesia, juga ke mancanegara. Apa yang terjadi kalau pindah destinasi?

Lalu siapa yang paling dirugikan? Industri pariwisata, yang bergerak di 3A, Atraksi, Akses, dan Amenitas. Kalau income untuk retribusi pemda di Komodo, tidak terlalu besar, tidak terlalu signifikan, tetapi buat publik, ini akan sangat memukul.

Wacana Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Laiskodat, untuk menutup Taman Nasional (TN) Komodo selama 1 tahun, itu sudah memicu kegaduhan. Dampaknya di level teknis, sudah sangat terasa.

Meskipun baru sekedar wacana, ide tersebut dipastikan akan memukul sektor pariwisata. Padahal masyarakat NTT banyak menggantungkan pendapatannya dari pariwisata.

Pengamat pariwisata, Tedjo Iskandar angkat suara. Tour leader senior yang sudah berkecimpung selama 30 tahun di dunia pariwisata ini, dengan tegas menyatakan tidak setuju dengan penutupan TN Komodo. “Kalau itu sampai ditutup, bukan cuma pariwisata Labuan Bajo yang mati, tapi pariwisata Indonesia juga terdampak,” ujarnya.

Tedjo menjelaskan, TN Komodo sudah menjadi destinasi wisata Indonesia yang terkenal di dunia. Kementerian Pariwisata dan pelaku wisata di Labuan Bajo sudah banting tulang membangun branding TN Komodo di dunia dalam jangka waktu lama. Apalagi, TN Komodo sudah masuk dalam daftar 10 Destinasi Prioritas pemerintah atau lebih dikenal dengan sebutan 10 Bali Baru.

“Kementerian Pariwisata kalau branding di New York, Eropa, Australia, perhatikan deh pasti memakai gambar komodo. Artinya apa, branding untuk komodo sudah mati-matian dipromosikan. Pelaku wisata di Labuan Bajo juga sudah promosi keliling dunia. Lagi pula kalau sampai ditutup selama 1 tahun berarti butuh branding dari awal lagi. Branding bukan hal yang mudah dan murah,” papar Tedjo yang juga pendiri Tourism Training Center (TTC).

Selain itu, Tedjo menilai TN Komodo sudah menjadi mata pencarian masyarakat Labuan Bajo. Ada yang menjadi guide, penjaja suvenir, penyedia homestay, penyewaan perahu, kesenian, suplayer makanan, dari nelayan, petani dan masih banyak lagi.

Mengapa justru membuat wacana yang mengundang kegaduhan masyarakat dan industri. Mereka tidak bisa membuat planning, tidak bisa merencanakan untuk berjualan paket wisata. Karena harganya menjadi tidak pasti.

“Pesawat sudah banyak yang terbang ke Labuan Bajo dan investasi sudah banyak yang masuk. Bayangkan kalau taman nasionalnya ditutup, pergi semua turis dan perekonomian masyarakat yang sudah bergantung pada pariwisata bisa turun drastis,” paparnya.

Tedjo berharap, semua pemangku kepentingan baik dari Pemprov NTT, Taman Nasional Komodo, KLHK dan stakeholder pariwisata di Labuan Bajo bisa duduk bareng. Lebih baik dicari alternatif lain untuk melestarikan komodo dibanding dengan penutupan taman nasionalnya selama 1 tahun.

“Sebaiknya dicari alternatif lain, seperti perketat aturan bagi pengunjung. Misalnya disurvey dulu carring capacity-nya, jumlah pengunjung, durasi pengunjung di dalam taman nasional juga, kebersihan lingkungan, infrastruktur dasar. Sayang, sungguh sayang kalau sampai ditutup selama 1 tahun. Efeknya bisa merugikan pariwisata,” tutupnya.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here