JAKARTA – Salah satu daerah di Indonesia yang mampu menggeliatkan kembali sektor pariwisata di era normal adalah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Hal ini tidak terlepas dari perubahan strategi yang dilakukan daerah berjuluk The Sunrise of Java itu.

Keberhasilan ini disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, MY Bramuda, dalam Sosialisasi Adaptasi Kebiasaan Baruyang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui live streaming di akun Youtube Kemenparekraf, Minggu (16/08/2020).

Menurut Bramuda, grafik kunjungan wisatawan ke Banyuwangi terus memperlihatkan grafik meningkat. Di Bulan Juli saja, sebanyak 68.319 wisatawan hadir di daerah paling timur di Pulau Jawa itu. Rinciannya, sebanyak 68.311 adalah wisatawan domestik, dan 8 wisatawan mancanegara.

“Tren kesembuhan penyakit Corona di Banyuwangi bagus. Ini yang membuat kita optimis untuk melangkah. Kita juga melakukan survei dampak pandemi dari Maret sampai Mei. Hasilnya, kita ketahui konsumen menurun. Banyuwangi jelas sangat terdampak, apalagi sektor utama Banyuwangi adalah pariwisata,” terang Bram.

Namun, kondisi ini tidak membuat Pemkab Banyuwangi menyerah. Dari itu, dilakukan lagi survei susulan. Hasilnya, didapat jika pengelolaan pariwisata tidak bisa dilakukan seperti sebelumnya.

“Berdasarkan survei susulan, ada tiga tahapan yang kita lakukan. Saat pandemi, kita lahirkan sikap empati terhadap konsumen. Caranya dengan berbagi, memperbaiki destinasi dan lainnya. Kedua, kita pelajari perubahan perilaku konsumen. Karena dengan pandemi ini perilaku konsumen akan berubah,” terangnya.

Tahapan terakhir adalah menghadirkan brand baru. Bram mencontohkan hadirnya brand Banyuwangi Healty Tourism, kemudian penggunaan aplikasi standar clean, healty, safety, dan lainnya.

Hal terpenting yang dilakukan Banyuwangi ada melakukan perubahan strategi. Menurut Bram, jika tadinya akomodasi dengan kamar hotel yang bagus, nyaman, dan harga yang bagus dianggap cukup, tapi dengan strategi baru ini menjadi tidak cukup.

“Akomodasi seperti hotel juga harus menerapkan healty, clean safety. Kemudian untuk atraksi wisata yang tadinya kita tuju ramai gebyar, massal, sekarang kita ubah dengan jaga jarak dan memperhitungkan kapasitas atraksi wisata atau pembatasan pengunjung. Terakhir adalah sertifikasi yang sebelumnya tidak menjadi prioritas, sekarang wajib,” jelasnya.

Dampaknya sangat positif. Karena Banyuwangi menempati posisi tiga minat dan destinasi wisata yang akan dikunjungi setelah pandemi. Banyuwangi ‘hanya’ kalah dari Bali di peringkat pertama dan Yogyakarta di peringkat kedua.

“Hasil Survei ini kami jawab dengan mengeluarkan Perbup No 39 tahun 2020, yang intinya kita berikan SOP tapi ada sanksi. Dan ini menjadi bagian penting untuk menyelamatkan kota ini,” jelasnya.

Bram mengatakan, di Bulan Maret saat banyak daerah menutup daerahnya dan mengalokasikan anggaran untuk bantuan sosial, Banyuwangi justru tidak melakukannya.

“Di Banyuwangi, tidak semua anggaran untuk bantuan sosial. Tapi, kita langsung rencanakan recovery untuk bulan Mei, meski saat itu kita juga belum tau apakah Mei sudah bisa membuka restoran dan lainnya. Dan ini bagian kita dalam melakukan perencanaan matang untuk recovery. Dari mei kita buka terbatas restoran, destinasi hotel, semua dibuka terbatas. Dan jika dulu di Banyuwangi semua dinas adalah Dinas Pariwisata, sekarang kita ganti semua dinas adalah Dinas Kesehatan, semua dinas adalah Dinas Satpol PP,” jelasnya.

Ini juga yang membuat Banyuwangi bisa menekan penyebaran Covid, karena seluruh dinas bergerak melakukan pengawasan dan mencegah penyebaran Covid-19.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here