www.INDONESIATRAVEL.NEWS– Membuat destinasi digital yang sustainable memerlukan komitmen dari semua pihak. Terutama, dari manajemen pasar. Hal itu yang diungkapkan juragan Pasar Karetan Mei Kristanti saat Training Of Trainer (TOT) di Hotel Aston Inn, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (21/4).

“Manajeman pasar menjadi kunci utama destinadi digital. Karena hal itu akan berlangsung secara berkelanjutan. Semuanya harus dikurasi. Salah satu caranya dengan cara mengaktifkan Generasi Pesona Indonesia (GenPI) offline dengan membentuk Tim Pasar Genpi. Komitmen bersama itu yang membuat pasar ini hidup,” ujar Mei.

Menurut Mei, nama pasar dan logo juga menjadi hal yang harus dipikirkan karena akan mudah diingat oleh pengunjung. Mei juga menceritakan, ketika pasar menjadi besar, akan muncul kecemburan bagi masyarakat. Dan itu harus diselesaikan. Jika sudah dikomunikasikan, destinasi digital akan berlangsung dengan baik.

Berikutnya, melakukan kurasi terhadap lapak-lapak yang akan berjualan di destinasi digital. Lapak harus sesuai dengan konsep pasar yang telah ditentukan. Pasar Karetan misalnya, makanan yang dijual jarang ditemui di tempat biasa. “Ada Role and Play. Mereka tampilannya seperti apa? Dagangan lapak harus enak, dan harganya juga harus bersahabat,” tutur Mei.

Ditambah dengan aktivitas yang selalu berganti, pengunjung pun jadi tidak bosan untuk datang. Gimmick seperti lapak jualan, bakiak, enggrang, panahan, yang terus berganti setiap minggunya, terbukti mampu membuat pengunjung betah berlama-lama di destinasi baru ini.

“Setiap minggu itu akan ada sesuatu yang berbeda. Sehingga pengunjung sangat tertarik dan penasaran untuk berkunjung ke sana,” ujar Mei.

Selain aktivitas lapak, para pejual lapak juga harus dikurasi seragam dan dekorasi lapaknya. Tidak hanya itu yang paling penting itu harganya sudah tertera di lapak. Sehingga, para pengunjung tidak kecewa atau merasa dibohongi.

“Setiap pengunjung itu memiliki budget berbeda. Tipikal pengunjung mereka tidak mau merasa dibohongi, terlebih jika jualan lapak itu enak. Mereka secara sendirinya akan mempromosikan sendiri ke komunitasnya atau ke sosial media miliknya.

Juga harus ada aktivitas lain yang menarik. Seperti dolanan anak tradisional semacam bakiak, enggrang, panahan, dan sebagainya.

“Permainan-permainan tradisional itu sangat menarik bagi pengunjung keluarga. Untuk anak-anak muda selain spot foto yang unik, bisa juga disediakan pertunjukan ringan seperti live music, tari tradisional atau workshop-workshop yang mengikuti perkembangan jaman,” paparnya.

Saat ini, omset Pasar Karetan mencapai Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per pekan. Kalau ditotal, per tahun omset pasar ini bisa mencapai Rp 1,6 miliar-Rp 1, 9 miliar. Sementara itu sharing profit dengan pedagang mencapai 15 hingga 20 persen untuk kuliner. Dan 30 persen handycraft.

“Destinasi digital sangat memberikan efek perekonomian kerakyatan untuk masyarakat sekitarnya. Selain itu, juga memberikan wadah bagi generasi muda untuk berkreasi. Sehingga pasar digital ini sangat memberikan dampak ekonomi langsung bagi masyarakat,” ujarnya.

Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, kondisi ini berbeda dengan pasar-pasar zaman dulu, yang hanya membutuhkan lapak, tempat menata barang dagangan, bertemulah pembeli dan penjual. Di Pasar Karetan ini pasar penuh aturan.

“Itulah digital lifestyle anak-anak muda. Selalu memikirkan impression, objek foto Instagrameble, interaktif, viral, trending topic, dan tema-tema khas online sosial media. Di mana ada objek anti mainstream, di situ mereka berkumpul,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Digital lifestyle itu, kata Menpar Arief Yahya, harus interaktif, berbasis online, bercerita dengan video, gambar, sedikit text, viral alias dari HP ke HP. Bukan lagi dari mulut ke mulut, karena mulut mereka adalah gadget, signal, dan wifi. “Bagus, konsep Pasar Karetan ini! Silakan datang tiap Minggu pagi. Ajak juga keluarga atau teman-temannya,” ajak Menpar Arief.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here