JAKARTA – Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendorong terjadinya digitalisasi di semua aspek kehidupan. Semuannya dituntut bergerak cepat sehingga tak tertinggal.

Era digital pun mengubah pola kepemimpinan dalam mengelola sebuah organisasi. Baik itu korporasi maupun pemerintahan. Karena jelas, siapa pun pemimpinnya tidak akan mampu membawa perubahan siqnifikan tanpa mengikuti digitalisasi dunia. Itu semua dipaparkan secara gamblang oleh Director of Deloitte Digital Philipines Rukhsana Pervez di Rakornas Pariwisata II, Kamis (4/7).

“Pemimpin di era ini harus memiliki kepekaan dan kecepatan dalam melihat dan menilai suatu perubahan dan mengintegrasikan informasi tersebut menjadi keputusan dalam menjalankan perusahaannya. Pasalnya, perkembangan teknologi yang pesat ini telah turut mengubah kebiasaan dan perilaku pasar. Apalagi industri pariwisata yang jelas semakin cepat bergerak karena digitalisasi,” ujar Rukhsana di Gedung Sapta Pesona, Kemenpar Jakarta.

Menurutnya, kecepatan perubahan yang ada harus diikuti sebuah transformasi yang cepat dan tepat. Hal ini dibutuhkan untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Untuk itu, saat ini seorang pemimpin harus berani mengambil langkah baru. Langkah komprehensif serta paling efektif untuk diterapkan.

“Dan ingat, langkah tersebut harus selarah dengan perubahan digitalisasi yang ada. Kalau tidak maka jelas akan ditinggal pasar,” paparnya.

Langkah lain yang tak kalah pentingnya adalah keterbukaan dalam berfikir. Ini jelas mutlak diburuhkan oleh seorang pemimpin. Seiring dengan digitalisasi, pekerja (utamanya pekerja milenial), kini memiliki cara yang berbeda dalam bekerja.

Untuk itu seorang pemimpin harus memiliki pemikiran yang terbuka untuk memberikan kesempatan bagi karyawannya. Terutama dalam melakukan pekerjaannya dengan metode sesuai dengan culture dan cara kerjanya masing–masing. Ini juga memacu anggota dalam team menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Karena hal ini memacu mereka untuk terus belajar dan menerapkan apa yang telah dipelajari untuk menjadi pemenang.

“Tetapi dengan catatan selama hasil yang disampaikan tetap sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dan yang pasti harus bisa berkomunikasi dengan baik. Tidak hanya secara fisik dengan bertatap muka, namun juga piawai dalam berkomunikasi melalui berbagai saluran berbasis teknologi. Ini dapat menunjang efektivitas dan efisiensi, contohnya melalui email, aplikasi, medsos hingga chat messenger,” ungkapnya.

Apa yang disampaikan Rukhsana jelas telah menjadi budaya yang saat ini berlaku di Kemenpar. Semenjak 5 tahun silam kemenpar berubah dari sebuah kementerian birokrasi menjadi sebuah kementerian yang mirip korporasi. Hal ini jelas untuk menjawab tantangan era digital yang saat ini terjadi.

“Sebuah perubahan yang hadir berkat kepemimpinan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Dirinya merubah mindset para bawahannya menjadi pekerja profesional. Semua aspek didorong kearah digital. Ini budaya yang terjadi di Kemenpar saat ini. Makanya kita mampu meningkatkan kinerja sektor pariwisata,” kata Tenaga Ahli Bidang Manajemen Strategis Kemenpar, Priyantono Rudito yang menjadi moderator acara.

Sepak terjang Menteri jebolan Telematika University of Surrey itu menginspirasi banyak kepala daerah. Banyak pejabat struktural, maupun kalangan swasta yang mencontohnya. Apa yang akan dilakukan Menpar, selalu mendapat respons positif dari publik.

Berkat kinerjanya pariwisata tumbuh menjadi sektor yang seksi. Sektor yang terus melompat jauh. Pertumbuhan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencapai 25,68 persen, sedangkan kawasan ASEAN hanya tumbuh 7 persen dan di dunia hanya 6 persen.

Capaian ini membuat sektor pariwisata menjadi sektor penghasil devisa yang mumpuni. Devisa yang dihasilkan pariwisata di tahun 2018 sebesar USD19,6 Miliar. Mengacu data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (4/7) wisman memiliki rata-rata spending USD1.240,22 selama berada di Indonesia. Sedangkan arus wisman masuk sebesar 15,81 Juta wisman. Dengan torehan tersebut, pariwisata mendekati target devisa tahun 2019.

“Saya terapkan WIN Way, Wonderful Indonedia Way! Jurusnya 3S. Ini untuk membangun budaya kerja atau corporate culture Kemenpar, yakni Solid, Speed, Smart. Tanpa itu kita tak mungkin menjadi pemenang. Ingat pariwisata telah ditetapkan sebagai core ekonomi bangsa oleh Presiden Joko Widodo. Kalau kita tidak sungguh-sunguh hal ini tidak mungkin tercapai,” ucap Arief. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here