MERAUKE – Edisi 1 Festival Crossborder Sota 2019 menawarkan beragam eksotisme. Salah satu yang unik adalah Musamus atau rumah semut. Sebenarnya semut yang dimaksud rayap jenis Macrotermes Sp. Musamus ini bukan sekedar sarang semut. Ada pesan besar yang terselip di dalam Musamus.
Festival Sota 2019 akan digelar 14-16 Juni. Lokasinya ada di Lapangan Pattimura, Distrik Sota, Merauke, Papua. Mengusung tema ‘Indonesia Incorporated’, festival menampilkan Nowela Indonesian Idol. Ada juga Maro Band hingga New Project Band. Kemeriahan semakin lengkap dengan Dance Performance, Marching Band, Pasar Rakyat, juga Pameran Kerajinan & UMKM.
“Ada banyak keunikan yang dimiliki Festival Crossborder Sota. Artis pendukungnya luar biasa. Sota juga menawarkan eksotisnya Musamus. Rumah semut ini banyak dijumpai di sana dengan bentuknya yang sangat unik,” ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, Minggu (26/5).
Landscape Sota terlihat semakin artistik dengan ornamen Musamus. Fenomena tersebut sudah terlihat di sekitar Bandara Mopah, Merauke, Papua. Berbentuk seperti gundukan tanah, namun Musamus ternyata sangat tingginya. Gundukannya bahkan menjulang hingga 2 kali tinggi orang dewasa. Di dalamnya hidup jutaan koloni semut.
“Musamus ini luar biasa. Merauke dan Sota semakin terlihat indah dengan kehadiran Musamus. Yang jelas, fenomena Musamus harus dieksplorasi saat berkunjung ke festival ini,” terang Ricky.
Menjadi bangunan kokoh, Musamus terbuat dari tanah. Tanah ini dicampur dengan rumput kering dan air liur sebagai perekatnya. Dengan teknologi terbaik versi semut, Musamus dilengkapi lubang ventilasi. Menjadi sirkulasi utama, aliran udara yang bagus otomatis menjaga kestabilan suhu ruang. Kehidupan semut di dalamnya pun tidak terpengaruh cuaca dari luar, baik panas maupun hujan.
Dengan bahan utama tanah, Musamus juga anti api. Bangunan tersebut tahan dari jilatan si jago merah. Lebih unik lagi, Musamus juga bisa menahan berat beban berat seperti tubuh manusia. “Musamus ini mengajarkan bagaimana membangun rumah yang ideal. Sirkulasi udara dan cahaya alami jadi prioritas. Hal ini tentu akan menghemat penggunaan energi,” jelas Ricky lagi.
Lebih dekat mengenal Musamus, karakter unik ternyata dimiliki oleh penghuninya. Semut-semut itu membangun Musamusnya dimalam hari. Tanpa sepengetahuan manusia atau kehidupan di sekitarnya. Sebab, malam hari rata-rata makhluk hidup menjalani istirahat total atau tertidur. Ricky menambahkan, Musamus menjadi gambaran semangat luar biasa.
“Ada semangat luar biasa yang ditunjukan koloni semut saat membangun Musamus. Mereka bekerja keras di malam hari. Tidak terlihat oleh makhluk lainnya. Artinya, ada pesan tanpa pamrih untuk menghadirkan sebuah karya. Semut-semut ini juga mengajarkan sebuah kemandirian dan kerjakeras,” kata Ricky.
Untuk menghasilkan bangunan tinggi, dibutuhkan waktu sekitar 1-2 tahun. Kehebatan konstruksinya menjadikan Musamus dipilih sebagai lambang Kabupaten Merauke. Musamus juga diadopsi menjadi nama universitas, yaitu Universitas Musamus Merauke. Selain Merauke, fenomena Musamus juga muncul di beberapa negara lainnya. Sebut saja Australia dan Afrika.
“Ada banyak experience yang diberikan bila berkunjung ke Festival Crossborder Sota. Selain konser musik dan beragam konten pendukungya, festival juga memiliki Musamus. Bangunan Musamus sangat menginspirasi. Ada banyak pengetahuan besar di sana. Silahkan datang ke Sota dan nikmatikan beragam keajaibannya,” tutup Menteri Pariwisata Arief Yahya. (*)