GARUT – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Teknis Kemitraan Strategi Promosi Pariwisata di Era Adaptasi Kebiasaan Baru di Garut. Direktur Pemasaran Regional I, Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf/Baparekraf, Vinsensius Jemadu menerangkan, selain promosi digital, salah satu hal yang ditekankan dalam Bimtek itu adalah penerapan pariwisata berbasis Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE).

“Saat pandemi seperti ini, CHSE menjadi pedoman wisatawan untuk menentukan destinasi wisata yang akan ditujunya. Pandemi membuat orientasi wisatawan dalam melakukan perjalanan mengalami perubahan drastis. Tak hanya kebutuhan fasilitas pendukung saja, tetapi apakah destinasi wisata sudah berbasis CHSE menjadi pertimbangan penting dan utama,” kata Vinsensius Jemadu di Garut, Rabu (28/10/2020).

Ia melanjutkan, melalui Bimtek ini destinasi wisata di Garut akan dijadikan garda terdepan dalam menerapkan pedoman CHSE. Program CHSE menurutnya merupakan salah satu strategi menghadapi masa adaptasi kebiasaan baru di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. CHSE berfungsi sebagai jaminan kepada wisatawan dan masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan. “Kunci sukses pulihnya sektor pariwisata dan ekonomi kreatif adalah dengan penerapan standar protokol kesehatan secara disiplin dan ketat,” ujarnya.

CHSE dibuat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Protokol Kesehatan di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Tujuannya untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka mencegah terjadinya episenter atau kluster baru selama masa pandemi.

Adapun ruang lingkup penerapan CHSE di antaranya mengedepankan syarat kebersihan, kesehatan, keselamatan dan ramah lingkungan. Aspek kebersihan mewajibkan pelaku pariwisata memperhatikan fasilitas penyediaan sarana cuci tangan pakai sabun, pembersihan ruang dan barang publik dengan disinfektan/cairan pembersih lain aman dan sesuai, bebas vektor dan binatang pembawa penyakit, pembersihan dan kelengkapan toilet bersih serta tempat sampah bersih.

“Sedangkan untuk aspek kesehatan menghindari kontak fisik, pengaturan jarak aman, mencegah kerumunan, pemeriksaan suhu tubuh, memakai APD yang diperlukan, pengelolaan makanan dan minuman yang bersih dan higienis, peralatan dan perlengkapan kesehatan sederhana, ruang publik dan ruang kerja dengan sirkulasi udara yang baik dan penanganan bagi pengunjung dengan gangguan kesehatan ketika beraktivitas di lokasi,” katanya.

Sedangkan aspek keselamatan mewajibkan pengelola menyiapkan prosedur penyelamatan diri dari bencana, ketersediaan kotak P3K, ketersediaan alat pemadam kebakaran, ketersediaan titik kumpul dan jalur evakuasi, memastikan alat elektronik dalam kondisi mati ketika meninggalkan ruangan serta media dan mekanisme komunikasi penanganan kondisi darurat.

Sedangkan ramah lingkungan mewajibkan penggunaan perlengkapan dan bahan ramah lingkungan, pemanfaatan air dan sumber energi secara efisien, sehat demi menjaga keseimbangan ekosistem, pengolahan sampah dan limbah cair dilakukan secara tuntas, sehat, dan ramah lingkungan, kondisi lingkungan sekitar asri dan nyaman, baik secara alami atau dengan rekayasa teknis serta pemantauan dan evaluasi penerapan panduan dan SOP pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.

Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah menambahkan, melalui Bimtek ini salah satu yang ditekankan adalah penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. “Sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability) ini berfungsi sebagai jaminan wisatawan dan masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan,” tutur dia.

Salah satu komitmen yang disepakati bersama dalam membangun kepariwisataan Garut adalah berbasis budaya. Untuk itu, Ferdiansyah mengajak semua pihak untuk menjaga ekosistem kepariwisataan yang ada di Garut.

“Jadi yang kami lakukan dari DPR RI dan Kemenparekraf tidak seberapa pahit dan getirnya dibanding yang dialami dunia pariwisata. Tetapi setidaknya, kehadiran kami dalam konteks pariwisata dan ekonomi kreatif bisa sedikit menjadi pelipur lara yang terjadi di dunia pariwisata. Program ini nanti untuk diimplematasikan. Kita tidak belajar lagi 3A (Akses, Amenitas dan Atraksi), tapi harus dikemas menjadi sebuah karya yang bagus,” harap dia.

Melalui kegiatan ini Ferdiansyah berharap Kabupaten Garut menjadi lebih aman, bersih, indah dan program CHSE juga harus dilanjutkan. “Dan yang pasti menjadi pelopor CHSE dari daerah daerah lain. Garut harus menjadi yang pertama dan sukses menjalankan ini,”kata Ferdiansyah.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, Budi Gan Gan Gumilar menegaskan, salah unggulan pariwisata Garut adalah seni budaya. Kabupaten Garut, kata Budi, merupakan wilayah yang cukup dinamis. “Jadi kreativitas yang diinisiasi para seniman dan budayawan di Kabupaten Garut sangat luar biasa,” papar dia. Ia berharap penerapan program CHSE dapat menjadi jaminan bagi wisatawan untuk kembali berkunjung ke sejumlah destinasi yang tersebar di Garut. “CHSE menjadi pedoman dan jaminan bahwa destinasi telah memperhatikan aspek kebersihan, kesehatan, keamanan dan lingkungan hidup. Untuk itu, wisatawan tak perlu ragu lagi berkunjung ke Garut karena sudah menerapkan program CHSE,” ajak dia.

Di sisi lain, Budi mengucapkan terima kasih atas terselenggaranya Bimtek Kemenparekraf/Baparekraf yang memberikan penguatan SDM dan mendorong promosi digital pariwisata di Kabupaten Garut. “Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan kepada sektor pariwisata di Garut ini. Semoga era new normal kembali menggeliatkan sektor pariwisata kita di Garut ini,” harapnya.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here