www.INDONESIATRAVEL.NEWS, Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis akan bisa mencapai target asuransi pertanian tahun ini. Tahun ini, Kementan kembali menargetkan akan terdapat 1 juta hektare lahan yang terdaftar dalam program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan 120.000 ekor sapi yang terdaftar dalam Asuransi Usaha Ternak Sapi atau Kerbau (AUTS/K).

Untuk menarik petani agar ikut program asuransi, maka sosialisasi terus-menerus dilakukan baik oleh dinas maupun PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo). Bahkan, dalam waktu dekat akan diluncurkan aplikasi SIAP (Sistem Asuransi Pertanian) untuk memudahkan petani mendaftar.

“Kita harus optimistis target tersebut tercapai. Yang kita fasilitasi itu juga kan yang sesuai dengan ketentuan, kalau belum sesuai, tugas kami untuk membina mereka,” ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Dadih Permana, Rabu (16/1).

Program ini sudah berjalan kurang lebih 4 tahun sejak 2015. Data Kementan mencatat, tahun 2015 ada sekitar 401.408 petani yang ikut asuransi dengan luas lahan lebih kurang dari 200.000 ha. Tahun 2016 keikutsertaan petani naik menjadi 900.000 petani dengan luas lahan hampir mencapai 500.000 ha, dan pada tahun 2017 naik menjadi 1.500.000 petani dengan luas lahan 997.000 ha.

Sedangkan untuk asuransi peternakan belum sepenuhnya mencapai target. Tahun 2017 realisasi 80% dari target per tahun.

“Itu sebabnya, tugas pemerintah adalah terus melakukan sosialisasi dan sebagainya. Dengan aplikasi itu nanti, ke depan kami mengharapkan petani ikut asuransi secara mandiri. Pemerintah akan terus mendorong karena masih banyak petani yang belum tumbuh kesadarannya untuk ikut asuransi,” kata Dadih.

Dadih mengatakan, sejauh ini beberapa daerah mulai muncul keinginan ikut asuransi secara mandiri, yaitu membayar preminya sendiri atau tanpa bantuan dari pemerintah. Sementara program pemerintah hanya mewajibkan petani membayar 20% dari total tanggungan, dengan 80% subsidi pemerintah. Sehingga petani cukup membayar Rp 36.000.

“Jika petani ikut asuransi secara mandiri, maka petani perlu membayar premi sebesar Rp160.000/bulan selama tiga tahun. Beberapa daerah juga mereka sudah menginginkan pembayaran secara mandiri. Artinya, mereka sudah tidak di-cover lagi 80% dari APBN. Mereka bahkan mau membayar preminya sendiri,” tegasnya.

Dadih tidak menampik bahwa masih ada hambatan-hambatan yang masih dihadapi dalam menjalankan program asuransi pertanian ini. Menurutnya, masih dibutuhkan penyuluhan dan bimbingan kepada petani. Kedisipilnan petani dalam mencatat dan mendokumentasikan juga perlu ditingkatkan, terlebih bagi petani yang mendaftarkan sawahnya lewat kelompok.

“Tetapi dengan banyaknya petani yang mendaftarkan lahannya lewat kelompok, artinya kan sudah mulai tumbuh kesadarannya. Meski untuk mencatat dan mendokumentasikan, sudah tugas kami untuk membantu dan membina,” jelas Dadih.

Tapi, sejauh ini Dadih menilai tidak ada kendala dalam klaim maupun pembayaran premi. Namun, hal penting yang perlu disosialisasi lagi adalah mengajak seluruh petani untuk mengasuransikan lahannya.

“Tidak ada kendala dalam prosesnya. Yang penting adalah edukasi kepada masyarakat. Jadi, asuransi itu akan mandiri pada saat mereka sifatnya massal (mengikuti asuransi) dan respon masyarakat sudah mulai muncul,” ujarnya.

Sekretaris Dirjen PSP Kementan Mulyadi Hendiawan menambahkan, pihaknya masih fokus pada program AUTS/K dan AUTP. Namun, dia mengatakan asuransi pertanian ini masih akan terus dikembangkan. Bahkan, saat ini pihaknya sedang intensif mengkaji asuransi pertanian untuk cabai dan bawang merah. Asuransi untuk domba pun sedang terus dikaji karena permintaannya banyak.

“Setiap komoditas pertanian itu memiliki indeksi resiko yang berbeda-beda. Inilah yang sedang kami kaji, apa yang harus dicover, berapa penentuan premi yang dipertanggungkan dan lainnya,” ujar Mulyadi.

Saat ini, Mulyadi mengatakan bahwa pihaknya belum akan memperbesar target luas lahan atau sapi yang terdaftar dalam AUTS/K dan AUTP. Dia berharap seiring dengan pemahaman bahwa asuransi pertanian tersebut adalah hal yang penting, maka petani maupun peternak mulai sadar untuk mengakses asuransi pertanian secara mandiri.

“Dengan pemahaman ini, kami berharap perusahaan jasa asuransi melihat ini sebagai sebuah peluang bisnis. Sehingga, selain bisa melindungi petani, perusahaan asuransi juga masih tetap bisa menjalankan bisnisnya,” pungkas Mulyadi.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here