MANADO – Ada 8 daerah di Sulawesi Utara (Sulut) yang akan mengikuti Pilkada Serentak 2020 dan didominasi oleh petahana. Untuk itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berharap agar Pilkada di Sulut tidak menimbulkan perpecahan antar-warga.

“DPD RI bersama Kementerian Dalam Negeri telah bersepakat, berdasarkan fungsi dan kewenangan DPD RI, untuk melakukan pengawasan terhadap proses Pilkada dengan Protokol Kesehatan,” ujar LaNyalla saat memberi sambutan pembuka dalam FGD di Kantor Gubernur Sulut di Manado, Senin (16/11/2020).

Untuk diketahui, ada 8 Pilkada di Sulut pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, yakni Pemilihan Gubernur (Pilgub), Pemilihan Bupati (Pilbup) Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Pilbup Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Pilbup Minahasa Utara (Minut), dan Pilbup Minahasa Selatan (Minsel). Juga pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) di Sulut pada 2020 yakni di Kota Manado, Kota Bitung dan Kota Tomohon.

LaNyalla pun menyoroti banyaknya petahana yang maju pada Pilkada Sulut. Di Pilgub saja, 3 pasangan calon didominasi oleh petahana. Mereka adalah Christiani E Paruntu-Sehan Salim Landjar, Vonny Panambunan-Hendrik Runtuwene, Olly Dondokambey-Steven Kandouw.

Christiani E Paruntu atau yang sering disapa Tetty merupakan Bupati Minahasa Selatan 2 periode, dan pasangannya Salim Landjar adalah Bupati Boltim yang juga 2 periode. Kemudian Vonny Panambunan adalah Bupati Minahasa Utara. Sementara Olly Dondokambey adalah petahana Gubernur Sulut. Belum lagi beberapa Pilbup dan Pilwalkot di Sulut yang juga diikuti oleh petahana.

“Tak dapat dipungkiri, calon petahana selalu diuntungkan dalam kontestasi pilkada. Kewenangan anggaran yang berada di tangan petahana menciptakan relasi tidak setara dengan calon lain,” ucap LaNyalla.

Senator asal dapil Jawa Timur ini mengingatkan sering terjadinya dugaan kasus penyalahgunaan wewenang oleh pejabat birokrasi untuk membantu pemenangan calon petahana. LaNyalla meminta agar hal tersebut jangan sampai terjadi di Sulut.

“Kita berharap tidak terjadi konflik di Pilkada Sulawesi Utara, kendati didominasi para petahana. Saya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengawasi penyelenggaraan Pilkada di Sulawesi Utara,” ucapnya.

“Mari kita jaga prinsip-prinsip dalam sistem pemilihan umum yang lazim dipraktekkan di negara yang menyatakan dirinya demokratis, yakni prinsip universalitas, karena setiap
orang berhak berpartisipasi, prinsip kesetaraan karena hak suara satu orang bernilai satu suara, dan prinsip kebebasan, karena pilihan seseorang tanpa intervensi siapapun,” tambah LaNyalla.

Demokrasi diharapkan agar Indonesia memiliki kepala deerah yang berkualitas. Selain itu juga kepala daerah yang bisa mensejahterakan rakyatnya.

“Kita berkepentingan untuk menghasilkan kepala pemerintahan daerah yang baik, yang menciptakan kemanfaatan, tidak menyalahgunakan wewenang, serta menjaga keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan,” kata LaNyalla.

Tensi politik saat pelaksanaan Pilkada kerap kali memanas. Meski begitu, LaNyalla mengingatkan agar kerukunan di Sulut tetap terjaga selama Pilkada berlangsung.

“Karena kerukunan di antara kita adalah penguat bangsa. Peribahasa ‘Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh’ dan semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ sejatinya telah tertanam dalam tubuh bangsa ini sejak lama. Menjaga kerukunan di tengah keberagaman masyarakat, mensyaratkan toleransi, baik antar-individu maupun antarkelompok,” papar LaNyalla.

Mantan Ketum PSSI ini mengingatkan, toleransi dalam keberagaman merupakan keniscayaan di Indonesia yang memiliki kemajemukan baik agama, suku, ras, dan golongan. LaNyalla mengatakan, keberagaman Indonesia memang membutuhkan semangat dari semua pihak untuk menciptakan harmonisasi.

“Karena itu, kesetaraaan mesti ditanamkan
dalam diri individu dan kelompok, meskipun
masing-masing memiliki keberagaman identitas,” tegas LaNyalla.

Pilkada merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kabupaten/kota. Hanya saja, kata LaNyalla, ada sejumlah kelemahan pada Pilkada ini.

“Kelemahannya adalah besarnya biaya politik, mencuatnya isu komunal atau kedaerahan, terbukanya konfilk sosial, dan tergerusnya rasa kebersamaan dalam masyarakat,” sebutnya.

DPD RI pun telah melakukan kajian atas kelemahan-kelemahan Pilkada. Perwakilan daerah di pihak legislatif tengah mengkaji arah dan kebijakan sistem pemilihan kepala daerah dalam konsep otonomi daerah.

“DPD RI ingin memperkuat regulasi terhadap model demokrasi saat ini. Salah satunya, DPD ingin mengajak semua pihak menuju demokrasi substantif atau partisipatoris, bukan demokrasi prosedural, agar kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, membentuk ikatan kuat dengan rakyatnya, dan menjalankan mandat rakyat untuk menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat,” urai LaNyalla.

“Maka, pendidikan terhadap pemilih merupakan kewajiban agar demokrasi kita semakin berkualitas, dan demokrasi kita semakin menguatkan kebhinekaan dalam ke-Indonesi-an,” sambungnya. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here