PALEMBANG – Terancamnya lahan pertanian akibat konversi makin disadari banyak daerah karena berimbas ke produksi pertanian. Hal ini membuat Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan meminta kepala daerah untuk selektif memberikan izin penggunaan lahan sebagai upaya menahan alih fungsi lahan pertanian.

Gubernur Sumatra Selatan, Herman Deru mengatakan, upaya tersebut penting mengingat target produksi beras meningkat dari 5,1 juta ton pada 2019 menjadi 5,9 juta sampai 6 juta ton pada tahun ini.

“Kami mendorong agar areal bersawah ini bertambah, bukan malah berkurang. Saya minta kelapa daerah (bupati/walikota) di Sumsel turut menahan alih fungsi lahan,” kata Herman Deru, Jumat (13/3).

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik Sumatra Selatan, diketahui produksi gabah kering giling (GKG) pada 2019 hanya 2,6 juta ton atau turun 13,05 persen jika dibandingkan 2018.

Herman Deru mengatakan, pengembangan sektor pertanian ini menjadi perhatian utama Pemprov Sumsel karena dinilai lebih berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Di tengah jatuhnya harga karet yang selama ini menjadi sektor utama di Sumatra Selatan, pemprov menilai pertanian padi bisa menjadi alternatif pengganti.

“Semua pihak diharapkan mendukung keinginan pemprov ini, seperti dari Pusri yang memastikan aliran pupuk ke petani, adanya bantuan alat mesin pertanian dari pemerintah pusat hingga peran dari TNI/Polri dalam pengawasan proses produksi dan distribusi,” paparnya.

Dia mengemukakan, para pelaku usaha kecil, menengah, dan besar yang bergerak di bidang usaha perberasan agar turut andil dalam menjaga margin dapat dinikmati secara adil mulai dari sisi hilir hingga hulu.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy mengatakan, jika area persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga pun akan kesulitan untuk mendapatkan makanan.

“Untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka pemerintah daerah diharapkan tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan. Terutama yang berada di zona lahan abadi,” ujar Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy menjelaskan, salah satu kewajiban pemerintah untuk menetapkan lahan pangan berkelanjutan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

“Penyusutan lahan pertanian terjadi salah satunya lantaran alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan,” kata Sarwo Edhy.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Riezky Aprilia, mengatakan, penahanan laju alih fungsi lahan pertanian Sumsel ini dilakukan agar dapat berkontribusi pada target pencapaian kedaulatan pangan nasional.

Sejauh ini dengan luas lahan lebih dari 500.000 hektare, provinsi itu sudah mencapai surplus beras sebesar 732.722,95 ton pada 2019.

“Untuk meningkatkan capaian ini, kami memerlukan sinergi dan pengawasan secara ketat serta keaktifan dari pemerintah daerah untuk menahan laju alih fungsi lahan,” kata Riezky.

Menurut Riezky,  upaya tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.

“Dalam beleid yang diterbitkan kepala negara tersebut dijelaskan pentingnya perlindungan lahan pertanian di daerah sebagai lahan abadi yang tidak boleh beralih fungsi ke kepentingan apapun,” pungkasnya.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here