JAKARTA – Masyarakat idealnya tidak salah kaprah di dalam mengartikan The New Normal Covid-19. Sebab, New Normal merupakan lifestyle pasca pandemi Covid-19. Istilah tersebut berlaku global bukan hanya untuk ranah teritorial Indonesia saja.

Istilah The New Normal Covid-19 sedang menjadi sorotan. Apalagi, isu tersebut digoreng oleh oposisi untuk menyerang kebijakan pemerintah. Adalah Mantan Ketua MPR RI Amien Rais yang menyerang pemerintah melalui isu New Normal. Melalui media sosialnya, Amien memberikan opini kalau New Normal sebagai istilah salah arah yang berpotensi memicu kehancuran di berbagai lini.

“Tidak ada yang salah dengan New Normal. Yang salah itu, bagaimana memaknainya. New Normal itu lifestyle setelah Covid-19. Disebut New Normal karena pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia. Jadi, bukan hanya di Indonesia saja,” ungkap Chief Imgenz Provinsi Banten Febby Andika.

Kebijakan The New Normal Covid-19 mulai digulirkan Rabu (3/6). Tujuannya untuk menggerakkan lagi perekonomian nasional yang terpuruk akibat penanganan pandemi Covid-19. Febby menambahkan, New Normal berlaku global. Istilah ini tidak semata diwacanakan oleh pemerintah Indonesia.

“New Normal itu berlaku menyeluruh di dunia. Bukan hanya istilah yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Febby menyebutkan kalau New Normal merupakan lifestyle. Wujud adaptasi manusia terhadap segala macam bentuk perubahan-perubahan radikal. Perubahan ini menyasar banyak sektor. Selain sosial, perubahan radikal juga terjadi dalam tatanan perekenomian global.

“Manusia harus menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Apalagi, perubahan radikal akibat pandemi Covid-19 tersebut. Hampir semua lini terkena imbasnya. Dalam konteks politik, para elit juga ikut membentuk paradigma baru. Politik yang lebih terhormat, humanis, dan mengedepankan semangat gotong royong sesuai ajaran Pancasila,” jelasnya lagi.

Baginya, sekarang bukan lagi eranya elit politik yang menekan dan memojokkan satu sama lain. Gaya politik barbar pun sudah harus ditinggalkannya. Elit politik jangan lagi sekedar mengkritik langkah kebijakan yang diambil pemerintah. Momentum tersebut juga sebaiknya tidak digunakan sebagai sebuah komoditi politik untuk tujuan tertentu.

“Covid-19 benar-benar memberikan tatanan baru dalam berbangsa dan bernegara. Gaya politik yang ada harus lebih santun dan sesuai fakta. Bukan lagi jamannya para elit politik yang hanya bisa mengkritik saja, tanpa memberikan solusi. Mereka itu seharusnya malu. Sebab, masyarakat saling bahu membahu dalam menjaga keluarga dan lingkungannya masing-masing,” kata Febby lagi.

Lebih tegas, Febby mengingatkan bila generasi milenial sudah jengah dengan manuver politik gaya lama. Politik yang justru tidak menunjukan sikap kenegarawanan. “Elit politik tidak seharusnya menghasut rakyat dengan beragam statement yang negatif. Anak muda ini sudah bosan dengan tontonan politik ‘sepuh’ seperti itu. Sikap hasut harus dihentikan karena membuat segala sesuatunya semakin terpuruk,” paparnya.

Optimisme pun ditiupkan oleh Febby. Menurutnya, milenial memiliki masa depan gemilang dengan beragam karya kreatif dan produktif. Sikap tersebut jauh lebih elegan daripada sekedar ‘nyinyir’ kepada situasi terakhir. “Kaum muda ini punya kapasitas besar. (Kami) kreatif, inovatif, dan produktif. Kami dan mereka yang menyambut dunia baru. ‘Mungkin ini waktunya bagi pak amien rais untuk istirahat (karena sudah tua), pungkas Febi. Kalau dunia baru ini tidak memberikan ruang bagi para ‘sepuh’, maka jangan salahkan masinis karena penumpang ketinggalan kereta,” pungkasnya.(***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here