JAKARTA – Permasalahan di tubuh PT Liga Indonesia Baru mulai mencuat. Hal ini terlihat dari mundurnya Direktur Utama PT LIB Cucu Somantri, saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT LIB, Senin, 18 Mei 2020.

Niat pengunduran diri Cucu disampaikan setelah roll-call peserta RUPSLB dari para pemilik klub Liga 1, jajaran direksi dan komisaris PT LIB, serta perwakilan PSSI. Atau hanya beberapa saat setelah rapat dibuka.

“Saya akan mundur dari PT LIB. Saya mau cepat mengundurkan diri. Saya tak mau berlarut-larut, semua untuk menghargai para pemegang saham,” kata mantan Pangdam Bukit Barisan itu terbata-bata.

Salah seorang peserta RUPSLB, Firman Achmadi, juga pensiunan jenderal berbintang, meminta ketegasan. “Kalau mau mundur, segera saja. Karena, jika Bapak sudah mundur, apapun yang Bapak sampaikan itu tidak akan berlaku. Pimpinan rapat segera diambil alih PSSI,” kata perwakilan Borneo FC itu.

Sebelum RUPSLB berlangsung, permasalahan PT LIB diangkat ke permukaan. Termasuk sejumlah kesalahan Cucu Somantri. Diantaranya kesalahan pria 59 tahun itu memasukkan anak laki-lakinya, Aditya Pradana Wicaksana, General Manager PT LIB. Masalahnya, Aditya yang baru berusia 33 tahun tak punya pengalaman di dunia sepak bola.

Selain itu, pengangkatan Adit juga tak melalui prinsip good corporate governance, yakni tak melalui jalur persetujuan direksi dan pemegang saham.

Pengelolaan LIB pun morat-marit. Pelaksanaan kick-off kompetisi Liga 1 dan Liga 2 memang berjalan tepat waktu, tapi itu lebih karena keteguhan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan memegang janji sejak Kongres Bali, akhir Januari 2020. Saat itu, Iwan Bule, sapaan Mochamad Iriawan, meminta PSSI berbeda. Apa yang dijanjikan tidak boleh meleset seperti era sebelumnya.

Pada kenyataannya, pengelolaan uang dari berbagai pemasukan PT LIB tidak diungkap secara transparan. Baik pemasukan dari sponsor maupun hak siar.

Permasalahan juga muncul terkait janji mengucurkan subsidi untuk klub. Bahkan, muncul wacana memotong subsidi termin kedua pada para peserta Liga 1 dan Liga 2. Untuk Liga 1, dari jatah Rp 520 juta akan dipangkas jadi Rp 350 juta, sementara bagi klub Liga 2 akan dikurangi dari Rp 250 juta jadi Rp 100 juta.

Dalam surat bernomor 187/LIB-COR/V/2020 yang ditujukan ke PSSI, PT LIB memberikan usulan bahwa mereka hanya akan membayar 67 persen subsidi dari kesepakatan. Keputusan itu diambil berdasarkan laporan arus kas (cash flow) untuk klub Liga 1 dan 40 persen untuk klub Liga 2 musim 2020.

Pada RUPSLB, Cucu kembali menyatakan alasannya mengangkat rencana pemotongan subsidi. “Bila subsidi dibayar full, maka karyawan PT LIB tidak gajian,” katanya.

Namun, rencana itu ditolak mentah-mentah PSSI melalui surat bertandatangan Plt. Sekjen Yunus Nusi.

“Sebagai operator Liga 1 dan Liga 2, sudah menjadi kewajiban dari PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) untuk melakukan pembayaran subsidi kepada klub-klub Liga 1 maupun Liga 2 dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya,” kata Yunus Nusi.

Tak tahan satu per satu aibnya dibuka, Cucu pun melayangkan surat pengunduran diri. Tingkahnya diikuti dua komisaris yang selama ini menjadi pengikut setianya: Sonhadji dan Hasani Abdulgani. Satu komisaris lain, Hakim Putratama, juga undur diri karena alasan berbeda. Hakim ingin berkonsentrasi di core bisnisnya sebagai bankir.

Masalah subsidi yang tak bisa direalisasikan Cucu akhirnya beres setelah Ketua Umum PSSI mengambil langkah tegas.

“Saya telah mendapatkan laporan dari komisaris dan direksi yang tersisa tentang proses RUPS-LB hari ini sekaligus keluhan rekan-rekan. Oleh karenanya, dengan kewenangan yang saya punya, malam ini saya memutuskan untuk memerintahkan kepada direksi yang tersisa agar esok sore selambatnya segera melakukan pembayaran subsidi kepada seluruh klub Liga 1 sebesar Rp. 520.000.000,” tulis Iwan Bule dalam percakapan kepada para pengelola Liga di fitur percakapan telepon pintar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here