YOGYAKARTA – Untuk mencapai 20 juta wisman di tahun 2019, Kementrian Pariwisata melakukan berbagai upaya promosi. Termasuk konsisten mengundang kalangan media dari fokus pasar, khususnya melalui program Familiarization Trip (Famtrip).

Dalam famtrip kali ini, Kemenpar mengajak peserta asal Jerman untuk mengeksplor desa wisata sebagai salah satu produk unggulan Indonesia, Rabu (8/5). Desa pertama yang menjadi tujuan adalah Desa Wanurejo, Magelang.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II Kemenpar Nia Niscaya mengatakan, Wanurejo adalah desa wisata budaya dan kriya yang terletak di kawasan Borobudur. Di sini, peserta dapat menikmati suasana desa dengan berkeliling menggunakan andong. Satu andong dapat diisi tiga hingga empat orang. Peserta sangat antusias karena ini pertama kalinya mereka naik kereta kuda atau andong mengelilingi desa, dengan hamparan sawah yang indah.

“Tak hanya berkeliling menikmati pemandangan, peserta juga diajak ke berbagai industri UMKM. Seperti desa pembuat gerabah, pembuat tahu, dan juga dikenalkan dengan proses pembuatan kopi luwak. Setelah puas dengan beragam pengalaman baru, peserta kembali menuju tempat keberangkatan awal,” ujarnya Senin (13/5).

Dari Magelang, peserta melanjutkan perjalananya ke Yogyakarta menuju Hotel Phoenix. Desa wisata selanjutnya yang menjadi tujuan adalah Omah Kecebong. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta. Sekitar 7 km dari Stasiun Tugu, atau 17 km dari Bandara Adisucipto. Omah Kecebong berdiri di tanah seluas 1 hektare.

Omah Kecebong adalah one stop place untuk banyak kegiatan. Di tempat ini, peserta dapat menikmati alam, budaya, dan kuliner dalam satu tempat. Di Omah Kecebong, peserta diajak mengenakan pakaian adat Jawa lengkap, sambil berkeliling mengendarai gerobak sapi selama 45 menit.

Asdep Bidang Pengembangan Pemasaran II Regional IV (Eropa) Agustini Rahayu menambahkan, setelah berkeliling, peserta diajak belajar membatik. Dengan senang, peserta pun mencoba menggoreskan canting di atas kain yang telah disediakan. Peserta mengaku sempat kesulitan, sebab posisi canting harus tepat pada garis pola.

Bagi peserta, ini kali pertama mengenal dan belajar membatik secara langsung. Mereka mengaku takjub dengan proses tersebut. Tidak menyangka bahwa batik tulis memerlukan waktu yang lama hingga dapat menjadi kain yang indah dan penuh filosofi. Tak heran kalau batik masuk dalam salah satu warisan budaya dunia.

“Dengan pengalaman ini, diharapkan promosi pariwisata Indonesia di Eropa, utamanya Jerman, dapat semakin menguat. Khususnya dalam konteks informasi Natural and Cultural Wonders sebagai bagian dari kekayaan Indonesia,” ucapnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya berharap, famtrip semakin membuat masyarakat Jerman terbuka dengan keindahan Indonesia. Famtrip juga menjadi momentum pembuktian bahwa Indonesia merupakan tujuan wisata yang aman, nyaman, dan indah luar biasa.

“Kita akan terus membangun industri pariwisata. Apalagi, pasar Jeman sangat potensial dikembangkan. Indonesia juga sudah mengedepankan 3A. Akses, amenitas, atraksi, semua sudah sangat mumpuni,” tegasnya.

Menpar Arief juga mengategorikan famtrip sebagai selling. Dalam framework BAS, branding, advertising, dan selling menjadi salah satu rumus strategi promosi Kemenpar. “Famtrip mendatangkan endorser pariwisata, pelaku bisnis pariwisata, dan media. Itu penting untuk serangan udara, efektif mempengaruhi opini publik traveler,”ujarnya.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here