BATAM – Masuknya Indonesia dideretan terbaik pariwisata halal dunia, tidak membuat Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terlena. Didaulat sebagai yang terbaik, justru menjadi lecutan untuk memperkuatnya. Langkah konkritnya melalui Workshop Rencana Aksi Pengembangan Pariwisata Halal Dalam Rangka Pemberian Dukungan Fasilitasi Pengembangan Destinasi Regional I Area II di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Pelatihan ino digelar di Aston Batam Hotel and Residence, Kamis (27/6).

“Penguatan pariwisata halal di Kepri mutlak dilakukan. Karena Kepri masuk menjadi salah satu dari sepuluh destinasi halal yang ditetapkan oleh Kemenpar. Apalagi Muslim traveler di dunia ini pergerakannya luar biasa. Indonesia punya komitmen yang tinggi untuk menjadi global player dalam hal pariwisata halal,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman, Jumat (28/6).

Dadang menambahkan, kegiatan ini bertujuan untuk koordinasi dan sinkronisasi program pengembangan pariwisata halal Provinsi Kepri. Dimana sebelumnya telah disusun pada Desain, Strategi dan Rencana Aksi (DSRA) dengan pihak-pihak yang terkait (pentahelix pariwisata halal).

Tidak kurang 60 orang stakeholder pariwisata Kepri mengikuti kegiatan itu. Mereka berasal dari berbagai SKPD di Provinsi Kepri. Kegiatan ini pun melibatkan berbagai lembaga terkait. Dari mulai ASITA, PHRI, HPI, GenPI, MUI, serta Akademisi.

Narasumber yang ditampilkan pun berbobot, ada Asdep Pengembangan Destinasi Regional I, Lokot Ahmad Enda, Kadispar Provinsi Kepri Buralimar, Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kemenpar Sumaryadi, serta pembicara dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kepulauan Riau Edi Safrani.

“Pariwisata halal tidak hanya wisata religi atau berwisata dengan motivasi menikmati budaya Islam semata, namun memiliki makna yang jauh lebih luas, sebagai aktivitas pariwisata yang selaras dengan ajaran/syariah Islam. Karena itu kita melibatkan semua pihak untuk memperkuatnya,” ujar Dadang.

Lantas mengapa harus pariwisata halal?

Peta pariwisata dunia kini jelas bergeser. Pariwisata halal kini telah menjadi primadona dunia. Dalam catatan Mastercard-HalalTrip Muslim Millenial Travel Report 2017 (MMTR2017), perjalanan wisatawan muslim generasi milenial di dunia diprediksi akan terus tumbuh pesat hingga mencapai nilai US$100 miliar pada 2025. Sementara secara keseluruhan segmen perjalanan muslim diperkirakan akan mencapai US$300 miliar di tahun 2026.

Sementara data Word Travel and Tourism Council pada 2013 mengemukakan bahwa nilai transaksi dari segmen wisata muslim telah mencapai US$140 miliar dan diperkirakan terus meningkat menjadi US$238 miliar pada 2019.

“Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kawasan wisata halal di dunia. Hal itu dikarenakan syarat penunjang seperti sarana dan prasarana serta pelayanan wisata halal yang ada di Indonesia mayoritas semuanya telah terpenuhi. Ini yang akan terus kita tingkatkan melalui penguatan di setiap destinasi yang telah ditetapk menjadi destinasi halal,” kata Asdep Pengembangan Destinasi Regional I, Lokot Ahmad Enda.

Bagi Menteri Pariwisata Arief Yahya, pengembangan pariwisata halal bukanlah menciptakan “labelisasi Islam” secara berlebihan. Bukanlah “Islamisasi” pada berbagai usaha pariwisata. Bukan pula Islamphobia.

Pariwisata halal adalah peluang bisnis dan media dakwah membangun pencitraan Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin. Sekaligus memberikan syafaat dan kebaikan.

“Ini merupakan peluang besar yang harus kita tangkap. Karena jelas, Kepri merupakan destinasi yang banyak menjadi acuan wisatawan muslim untuk berkunjung, terutama dari Malaysia dan Singapura. Dengan penguatan ini wisatawan muslim akan makin banyak tertarik untuk berwisata ke Kepri. Karena mereka yakin semua unsur pariwisata di Kepri sudah berdasarkan syariat Islam,” papar Menteri yang ahli marketing tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here