BRASTAGI – Focus Group Discussion (FGD) wisata kuliner dan belanja yang digelar Kemenpar, langsung ditindaklanjuti. Sejumlah hotel di di Karo, Sumatera Utara, berkomitmen untuk menyiapkan kuliner tradisional. Kehadiran kuliner khas Karo diharapkan memberikan pengalaman berbeda bagi wisatawan.

FGD Kesepahaman Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja digelar 23 Mei lalu. Tepatnya, di Grand Mutiara Hotel Brastagi, Brastagi, Karo, Sumatera Utara.

Dari event tersebut, Brastagi mengangkat 10 jenis kuliner otentiknya. Sebut saja, Cipera, Bohon Bohon, Lemang Lemang, Tasak Telu, Pagit Pagit, juga Lomok Lomok. Ada juga Panggang, Cincang Bulung Gadung, Gule Berek, atau Cibet Nurung Cikala.

Selain itu, Brastagi juga mengenalkan kembali 12 kue khasnya. Ada Cimpa Unung Unung, Cimpa Tuang, Cimpa Matah, dan Lemet. Bentuk lain berupa Onggal Onggal, Jong Labar, Jong Tutung, Jong Belgang, dan Rires. Ada juga jenis Keripik, Kerupuk, Roti, dan lainnya.

Perwakilan PHRI Karo Dickson Pelawi mengungkapkan, kuliner tradisional siap masuk ke hotel-hotel di Karo.

“Kuliner tradisional pernah dikenalkan pada penginapan-penginapan di Karo. Setelah FGD, penyediaan kuliner tradisional bisa dilakukan lagi. Pun demikian dengan hotel-hotel. Untuk hotel, menu tradisional bisa di-setting untuk makan malam. Jenisnya bisa Tasak Telu dan Cipera. Komposisinya tentu diserahkan kepada masing-masing hotel,” kata Dickson.

Selain otentik, Ayam Tasak Telu dan Cipera memiliki cita rasa nikmat. Ayam Tasak Telu terdiri 3 komposisi masakan. Ada unsur daging ayam rebus, kuah kental, dan sayur cincang. Ayam rebusnya menggunakan bumbu rempah. Air rebusannya disisihkan dan disajikan sebagai kuah atau sup. Bagian tulangnya dimasak lagi dan dicampur Cipera.

Tambahan bumbu khusus membuat komposisi ini nikmat. Selain rasanya gurih, kuahnya juga kental. Elemen ke-2 Tasak Telu ini nantinya diguyurkan pada ayam rebus dan sayur cincang. Adapun komposisi sayur cincang seperti, kacang panjang, batang pisang, jantung pisang, daun pepaya, daung singkong, dan tauge. Sayuran ini lalu diurap menggunakan parutan kelapa berbumbu.

“Sudah seharusnya kuliner khas setempat ditawarkan kepada wisatawan. Bagaimanapun, wisatawan ini suka dengan experience baru. Mereka selalu mencari kuliner khas setempat saat berkunjung ke sebuah destinasi. Ayam Tasak Telu dan Cipera bisa ditawarkan,” ungkap Tim Percepatan Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja Kemenpar Virginia Kadarsan.

Selain Ayam Tasak Telu, Cipera juga sangat khas. Di Karo, Cipera menggunakan potongan daging ayam kampung. Melengkapi daging, disertakan juga leher, sayap, kaki, hati, hingga amplanya. Komposisi ini dimasak dalam tepung jagung sampai empuk plus berkuah kental. Sebagai tips, tepung jagung yang digunakan adalah bulir tua. Tujuannya, agar kuah yang dihasilkan lebih kental.

Sebenarnya, tepung jagung inilah yang disebut sebagai Cipera. Cita rasanya nikmat, apalagi ada sensasi rasa pedas. Untuk menghasilkan rasa pedasnya, biasanya digunakan tuba atau andaliman. Selain tuba, bumbu lain yang digunakan adalah asam cikala. Asam cikala ini terbuat dari buah honje kecombrang. Menambah nikmat, biasanya dicampurkan juga jamur merang ke dalam kuahnya.

“Menggunakan hotel sebagai display kuliner tradisional sangat ideal. Lebih penting, kuliner ini idealnya menghasilkan sebuah aktivitas. Ada atraksi kuliner di sana. Dengan begitu, wisatawan mendapatkan experience lebih. Kalau terkesan, mereka pasti akan memberikan rekomendasi kepada yang lain,” terang Asisten Deputi Pengembangan Wisata Budaya Kemenpar Oneng Setya Harini.

Hotel di Karo mengalami pertumbuhan kompetitif. Pada 2017, jumlah hotel di Karo pun mencapai 104. Ketersediaan kamarnya mencapai 2.206. Jumlah ini naik 31 hotel dari 2016. Penambahan fisik hotel juga diikuti kenaikan kamarnya sebanyak 391 unit.

Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani mengatakan, space besar harus diberikan kepada kuliner tradisional.

“Hotel ideal sebagai galeri promosi kuliner khas Karo. Jumlahnya sangat besar dan grafiknya rata-rata naik. Dengan daya tarik ini, diharapkan kunjungan wisatawan naik. Masa tinggal rata-ratanya menjadi lebih lama di Karo. Untuk itu, sudah seharusnya kuliner khas Karo diberi ruang besar kepada publik,” papar Giri.

Mengacu komposisi terakhir, rata-rata okupansi hotel di Karo mencapai 40%. Untuk length of stay-nya rata-rata hanya 18 jam. Kebanyakan wisatawan hanya singgah di Karo. Mengacu arus 2017, sebenarnya pergerakan wisatawan di Kawasan Danau Toba kompetitif. Jumlah wismannya mencapai 162.700 dan lama tinggalnya 2.06 hari. Untuk wisnusnya 3,03 juta dengan length of stay 1,39 hari.

“Potensi kuliner tradisional sangat besar untuk dikembangkan di Karo. Sebab, ini menjadi ciri destinasi yang bersangkutan. Kuliner juga memegang fungsi penting dalam sebuah destinasi. Bila didorong, akan ada value ekonomi yang bisa dinikmati oleh hotel,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang juga Menpar Terbaik Asia Pasifik.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here