www.INDONESIATRAVEL.NEWS– Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, sadar jika critical success factor untuk mengejar target tahun 20 juta wisman tahun 2019 juta ada di air connectivity. Karena, 80 wisman mengunjungi Indonesia melalui penerbangan. Kekurangan seats capacity salah satu faktornya.

Menurut Menpar, jika faktor kritis ini tidak dibereskan tahun ini juga, mustahil kita bisa mencapai target tersebut.

Namun, masalah konektivitas ini tidak bisa ditangani sendiri oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Karena itu, perlu sinergi antar kementerian dan lembaga. Caranya, dengan menghadirkan Low Cost Carriers Terminal (LCCT).

“Target yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada kita menuntut pertumbuhan harus 20 persen. Kalau kita ikut full service carriers (FSC), maka pertumbuhan tidak akan pernah tercapai karena saat ini FSC baru tumbuh 6 persen ditahun 2018. Maka harus dengan Low Cost Carriers (LCC),” ujar Menpar Arief Yahya.

Hal itu disampaikan Usai Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Sektor Pariwisata Untuk Meningkatkan Devisa Negara. Lokasinya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (12/7).

Menteri Arief Yahya juga mengatakan, pertumbuhan penumpang internasional setiap tahunnya rata-rata mencapai 13 persen per tahun. Dari angka tersebut, pertumbuhan penumpang yang menggunakan layanan Full Service Carriers (FSC) sekitar tujuh persen. Jauh lebih sedikit dari Low Cost Carriers yang tumbuh 55 persen per tahun.
Pria asal Banyuwangi itu langsung benchmarking. Airports di Jepang misalnya. Jepang sudah mulai menyiapkan budget terminal LCCT sejak tahun 2012. Yang pertama Narita di Tokyo, Naha di Okinawa, Keitga di Chubu Nagoya dan keempar di Kansai Osaka.

Dijelaskannya, Bandar Udara Narita yang mulai membangun T3 untuk LCC sejak April 2015. Pax trafik LCC kemudian terus tumbuh dari 11.5 persen menjadi 31 persen pada 2017 dari pax trafik keseluruhan di Narita Airport.

Sedangkan Narita Airport mulai membangun terminal tiga (T3) untuk LCC sejak April 2015. Pax trafik LCC terus tumbuh dari 11,5% (2013), menjadi 31% (2017) dari pax trafik seluruh Narita Airport. Pertumbuhan trafik di LCCT jauh lebih tinggi dari Non-LCCT untuk destinasi yang sama. Lebih lanjut, sambung Menpar, Narita Airport sedang mengembangkan kapasitas LCCT dari 7,5 mppa menjadi 15 mppa (million passenger per annum) yang akan segera beroperasi untuk mengantisipasi pertumbuhan.

Begitu juga dengan bandara-bandara lainnya di Jepang yang memiliki LCC Terminal. Seperti Naha Airport yang pax trafick-nya terus tumbuh dan di tahun 2017 tercatat 18 juta pax. Kemudian Nagoya Airport dan Kansai Airport yang juga membangun LCCT dan gencar menawarkan ke airlines.

“Hasilnya turis/inbound ke Jepang tumbuh 33 persen dari tahun 2011 sampai dengan 2015 dan menjadi the fastest rate in the world, mencapai 28,7 juta turis pada 2017,” ujar Menpar.

Sementara Indonesia, belum memiliki LCCT. Sehingga Airlines dengan konsep LCC harus mendarat di terminal biasa yang biayanya tinggi. Dengan adanya terminal LCC, maka airlines bisa memotong biaya operasional hingga 50 persen, namun akan memiliki traffick yang meningkat dua kali lipat.

Menpar juga tidak khawatir nantinya wisatawan yang berkunjung memiliki spending yang kecil. Ia mencontohkan Thailand yang memiliki banyak terminal LCC, namun Average Revenue per Arrival-nya (ARPA) mencapai 1.500 dolar AS. Sementara Indonesia masih di angka 1.200 dolar AS. Tingkat keterisian penumpang (occupancy) pesawat ke destinasi biasanya juga lebih banyak untuk kelas ekonomi.

“Ini bisa membuktikan penggunaan LCCT tidak mengurangi ARPA. Nantinya terminal LCC diproyeksikan dibangun di bandara yang telah memiliki lebih dari satu terminal. Salah satu terminalnya bisa diarahkan untuk terminal LCC,” ujar Arief Yahya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here